Black Soldier Fly (BSF) merupakan lalat yang dapat dikatagorikan sebagai dekomposer, karena maggot atau belatung BSF dapat memakan bahan organik hidup atau mati. Lalat tentara hitam (Hermetia illucens) tersebut adalah lalat yang berasal dari Amerika Selatan yang saat ini sudah kosmopolitas, dan dapat bertahan hidup dengan memakan sampah organik.
“Dari segi lingkungan, serangga ini memiliki peran ekologis yang penting dalam ekosistem,” kata Desianto Budi Utomo, Ketua Umum GPMT dalam sebuah seminar online yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) melalui sebuah aplikasi dalam jaringan (daring) pada 9 Juli lalu. Ia menjadi narasumber dalam seminar AINI bersama pembicara penting lain, yakni CEO Biomagg Aminudi, Guru Besar Fapet IPB Prof Dr Dewi A Astuti dan Prof Dr Sumiati, Dosen FPIK IPB Dr Ichsan Achmad Fauizi.
Desianto memaparkan, telah banyak penelitian mengenai periode hidup BSF, yang bergantung pada pakan larva, periode hidup larva, prepupa, pupa, dewasa hingga masa inkubasi telur dapat berbeda-beda. Faktor abiotik juga akan berpengaruh pada periode hidup BSF. Sebuah penelitian menunjukkan, subtitusi BSF atas tepung ikan pada formula pakan ikan lele, maksimal penggunaan bisa mencapai 20%, yang menyumbang 8,9% dari total protein pada formula. Tentang apakah BSF ini menguntungkan untuk digunakan, hal itu sangat tergantung pada harga BSF dibandingkan dengan tepung ikan dan bahan baku lain, serta kualitas BSF yang digunakan.
Dewi Apri Astuti menambahkan, dalam budidaya BSF dengan luasan bak pemeliharaan berukuran 2×15 meter per unit, harga telur BSF adalah Rp 3000/g, produksi larva 3kg/gram telur, angka konversi rasio 2-2,5, dan panen larva pada 14 hari. Dalam hal pengembangan BSF sebagai pakan, ada berbagai peluang besar yang bisa dimanfaatkan. Dewi menjelaskan, ke depan, BSF bisa dikembangkan sebagai probiotik, sebagai pakan unggas, sebagai pakan ikan, dan juga bisa dikembangkan sebagai komponen aditif, sebagai pengganti antibioik. (Sumber: livestockreview.com)